Malam 1 Muharam, Warga Pantai Samas Bantul Kirab Mahesa Suro

Beritahati.com, Yogyakarta – Memperingati pergantian tahun baru Islam 1 Muharram 1440 Hijriyah, warga Kawasan Pantai Samas, Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, DIY, menggelar ritual Maheso Suro, yang sudah rutin dilakukan sejak 100 tahun lalu, setiap malam 1 Muharam atau dikenal juga dengan malam 1 Suro.

Ritual berbentuk kirab ini untuk mengenang Maheso Suro atau seekor kerbau yang dipercaya telah mendatangkan kemakmuran warga di pesisir pantai selatan tersebut.

Berbeda dengan hitungan sesuai Kalender Jawa pertama kali diterbitkan oleh Raja Mataram Sultan Agung Hanyokrokusumo 1940 tahun yang lalu, mengacu penanggalan Hijriyah (Islam), 1 Surya 2952 Be jatuh pada Rabu 12 September 2018, sehingga tradisi mubeng beteng dengan berdiam atau tanpa suara baru dilakukan pada Selasa malam, 11 September 2018, pukul 24.00 WIB.

Malam hari menyambut datangnya tanggal 1 Muharam atau 10 September 2018 malam, masyarakat Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar prosesi Kirab Tumuruning Maheso Suro yang dimulai pukul 21.00 WIB.

Dikisahkan oleh Wahyu Widodo, tokoh masyrakat sekaligus Kepala Desa Srigading, dahulu warga Samas dilanda paceklik, dimana tanaman pertanian tidak bisa tumbuh subur. Warga desa selanjutnya memohon doa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Beberapa waktu kemudian, warga Samas dikejutkan dengan munculnya seekor kerbau berwarna hitam kelam. Kerbau itu oleh perangkat desa kemudian ditangkap dan dipelihara bersama kerbau-kerbau lokal.

Anehnya, setiap kali kerbau itu merusak sawah ladang yang dilewatinya, tanaman di atas tanah-tanah itu justru tumbuh subur. Dan setelah beranak pinak beberapa kali, kerbau Mahesa yang muncul pertama kali di Bulan Suro itu lantas menghilang entah kemana.

Karena itu, masyarakat Samas, Srigading selalu mengenang datangnya kerbau hitam tersebut dengan menggelar ritual Kirab Tumuruning Maheso Suro sejak tahun 1910, atau 108 tahun silam.

“Masyarakat Pantai Samas, memperingati tumuruning Mahesa Suro sebagai lambang kemakmuran,” katanya, Senin (10/9/2018) malam.

Prosesi kirab tumuruning Maheso Suro ini diawali dari rumah Dwi Raharjo, tokoh masyarakat setempat. Umba rampe berupa kerbau, jodang yang berisi aneka makanan (tumpeng) dan buah-buahan, gunungan yang berisi hasil bumi, dikirab menuju Pantai Samas yang berjarak 1 kilometer.

Setelah tiba di Pantai Samas, uba rampe yang dikirap warga didoakan oleh empat kaum rois yakni mbah Kamijan, Kaspio, Jumbido, dan Suryo Sugito. Mereka melakukaan doa dengan membakar kemenyan.

Bau khas kemenyan langsung menyebar dilokasi berlangsungnya ritual Mahesa Suro.

Usai didoakan, uba rambe berupa gunungan dan makanan diperbutkan warga, sedangkan kerbau mahesa suro dilarung ke laut.

Meski acara ini digelar setiap tahun, namun demikian ratusan warga tetap antusias menyaksikan ritual mahesa suro.